Thursday, May 3, 2007

Haji Akbar 1427

PENGALAMAN HAJI PERTAMA KALI
Rencana Berangkat
Sepeninggalnya Ibu pada Agustus 2005, saya berkonsentrasi mengurus Bapak yang juga sudah sakit-sakitan. Ketika lebaran haji di bulan Januari 2006, sepulang dari shalat Id di mesjid dekat rumah, saya melihat tayangan tv yang menyiarkan shalat Id langsung dari Masjidil Haram. Saya yang sedang menyuapi Bapak makan berujar “Saya ingin pergi haji deh Pak, doain ya….” Dan Bapak yang sudah sulit bicara hanya memberikan kode dengan mengangkat kedua tangannya seraya sambil membaca surat Al Fatihah dan mendoakan saya, walaupun dengan kata yang terbata-bata.

Ketika sekitar bulan Maret 2006, kantor saya mengadakan umrah bersama dan saya salah satu yang mengurus keberangkatan teman-teman yang akan umrah. Tetapi saya memutuskan tidak ikut, karena kondisi Bapak yang tidak dapat ditinggal pergi. Ketika rombongan teman kantor berangkat di awal bulan April 2006 saya menitipkan doa,meminta agar dipanggil ke Baitullah dan mohon kesembuhan penyakit Bapak saya. Tetapi Allah berkehendak lain, tanggal 29 April, Bapak meninggal dunia. Sedih yang mendalam meliputi keluarga saya, hanya dalam kurun waktu 8 bulan, kami kehilangan kedua orang tua, dan sekarang saya sudah yatim piatu. Mungkin Allah mempunyai jalan yang terbaik untuk kedua orang tua saya.

Dua minggu saya tidak masuk kantor, karena mengurus semua prosesi tahlil selama 7 hari dan karena kami memakai adat Betawi, jadi diadakan tahlil hari ke 14 malam 15 meninggalnya Bapak.

Ketika masuk kantor, saya dipanggil oleh atasan, dan diajak bicara hati ke hati. Tiba-tiba ditengah pembicaraan, beliau menanyakan, “Lia, kamu mau pergi haji nggak?” Dug!!! Jantung serasa copot ditanya seperti itu, dan langsung saya menjawab “Hanya satu keinginan muslimin di dunia sebelum mereka meninggal, yaitu Haji. Memang kenapa pak?” Beliau menjawab, “Ya sudah kamu cari travel untuk mengurus haji kamu? “ Masya Allah, sebegitu cepat panggilanMu melalui atasan saya yang non muslim, tetapi sungguh besar karuniaMu memberikan kesempatan melalui atasan saya. Karena tidak percaya atas perintah beliau, saya tanyakan mengenai biaya keberangkatan saya, beliau berkata bahwa seluruh biaya menjadi tanggung jawab beliau. Alhamdulillah wa Syukurillah, pintu doa kedua orang tua saya terkabul.

Saya menelpon teman yang baru pulang haji awal Februari 2006 lalu, dan dari dia saya mendapat rekomendasi travel yang memberangkatkannya berhaji. Lagi-lagi kemudahan saya dapat, ketika bertanya proses administrasi dan pembayaran, dia minta semua data saya termasuk fotocopy KTP, KK dan foto untuk dia urus ke travel, bahkan pihak travel pun memberi kemudahan dengan pembayaran mencicil sampai menjelang keberangkatan.



Awal Agustus 2006, saya mulai manasik haji dan mulai “belajar” berjilbab. Karena keseharian saya sebelumnya tidak mengenakan jilbab, dan ketika hari pertama berjilbab adalah ketika Manasik dan sepulang dari manasik langsung masuk kantor karena ada kegiatan yang membuat saya harus datang ke kantor. Heboh lah teman-teman kantor melihat saya berjilbab. What a nice surprise for you!!!

Sebulan sebelum keberangkatan, banyak teman rombongan haji yang sudah mengadakan walimatussafar, namun karena terbentur biaya, sampai tiga minggu sebelum keberangkatan saya belum mengadakannya. Tiba-tiba saya mendapat telepon dari teman lama, yang menanyakan kebenaran rencana keberangkatan saya tersebut, sekaligus menanyakan nomor rekening bank saya. Saya tidak memberikan sampai dia akhirnya memaksa, karena katanya saya sudah banyak membantu dia selama ini, dan sekarang saatnya dia membantu saya. Akhirnya saya berikan nomor rekening bank, dan dia mentransfer dengan jumlah yang lumayan besar. Alhamdulillah, kebaikanMu memang tidak ada tandingannya. Jadilah saya mengadakan Walimatussafar dua minggu menjelang keberangkatan.

Seminggu menjelang keberangkatan, ketika suatu malam Jumat saya shalat sunnah tahajud dan lainnya, saya sempat bergumam diantara doa-doa saya, yaitu saya berkeinginan mengabadikan hari-hari saya selama haji, namun saya tidak mempunyai kamera digital.

Ketika hari Sabtu pagi, adik saya dan suaminya berangkat ke acara Family Gathering di kantor suami adik saya, dan kami baru bertemu ketika malam hari. Selesai saya shalat isya, adik saya berkata bahwa dia dan suaminya mendapat 2 kamera digital. Mukzijat lagi yang diberikan kepada saya atas doa semalam. Subhanallah…. Akhirnya saya dapat membawa kamera tersebut menuju haji.

Ujian Sabar Sejak Berangkat
Pada tanggal 11 Desember 2006, saya dan rombongan berangkat menuju Saudi Arabia, namun sebelum keberangkatan kesabaran kami sudah diuji, antara lain dengan terlambatnya pemimpin rombongan tiba di airport, sementara jamaah travel lain sudah berbondong-bondong check in, sementara kami hanya duduk-duduk di café diluar check-in counter. Akhirnya ketua rombongan tiba dan kerepotan membagikan id dan segala macam untuk keperluan identitas jamaah rombongan kami.

Saya memutuskan masuk terlebih dahulu setelah mendapat semua peralatan saya, dan tiba di depan x-ray counter, saya bertemu lama teman saya yang bekerja di airport, dia terkejut melihat saya akan berhaji dan sangat tidak percaya. Saya cuma berucap, “Insyaflah selagi muda!!!” Karena saya tahu pergaulan dia selama ini.

Setelah rombongan kami boarding, kesabaran masih diuji dengan lamanya pesawat yang akan mengangkut kami siap terbang. Jadwal yang seharusnya berangkat jam 13.00, akhirnya kami berangkat jam 15.45. Alhamdulillah selama dalam perjalanan di pesawat lancar dan aman serta tidak lupa berniat umrah ketika berada di atas miqat.

Teguran di Jeddah
Tiba di King Abdul Azis Airport sekitar pukul 21.00 waktu setempat, dan proses imigrasi ternyata menguji kesabaran lagi. Petugas di counter imigrasi memilih-mlih jamaah yang boleh terlebih dahulu berbaris dari sebelumnya kami diminta duduk menunggu. Wah, perlu diperbaiki sistemnya nih!!!

Saya menegur petugas yang memilih rombongan lain, sementara kami sudah menunggu lama di ruang tunggu. Ternyata petugas disana takut kalau kita protes dalam bahasa Inggris, karena kebanyakan dari mereka tidak mengerti bahasa Inggris, saya bilang : “Ahmad, we are waiting for over 2 hours here!!” For your info aja, kalau laki-laki di Saudi, semua dipanggil Ahmad. Buat yang punya nama panggilan Ahmad hati-hati keliru nyaut kalau ada yang manggil….

Setelah lelah dengan proses imigrasi, kami harus menunggu teman-teman lain yang masih didalam area imigrasi, sambil menunggu saya menawarkan coklat panas dan indomie kalau sudah tiba di hotel. Teman-teman semuanya antusias dengan tawaran saya tersebut. Karena saya melihat dus bekal saya berada di atas tumpukan koper jamaah travel saya, jadi saya hakkul yaqin dapat menikmati coklat dan indomie….

Ketika akan transfer bus dari Jeddah ke Mekah, saya masih sempat melihat dus saya akan dimasukkan ke bagasi bus yang akan membawa kami di Mekah. Namun, Allah menegur kesombongan saya tersebut, dengan hilangnya dus bekal ketika tiba di Sheraton hotel di Mekah. Saya bertanya kepada Mutawif, ternyata mereka tidak menemukannya. Masya Allah……. Akhirnya saya ikhlaskan dus tersebut.

Keajaiban mulai diperlihatkan di Mekah
Setibanya kami dihotel, saya mencari kamar saya, dan mencuci muka serta berwudhu karena kami akan langsung menuju Baitullah untuk umrah. Tetapi lagi-lagi kesabaran diuji. Saya ditinggal oleh sebagian besar rombongan yang langsung berumrah begitu tiba di hotel. Alhamdulillah ketua rombongan masih menunggu di lobby, karena ada sekitar 8 jamaah yang tidak ikut serta dalam rombongan tadi termasuk saya. Akhirnya saya berumrah dengan rombongan kecil yang ternyata lebih khusyu’.

Ketika masuk ke areal Baitullah, didepan pintu gerbang, kaki saya serasa gemetar dan sudah mulai berlinang airmata, antara sedih dan bahagia tidak dapat dipungkiri. Sedih karena semasa hidup, orang tua, terutama Ibu, mempunyai cita-cita pergi haji, namun hingga wafatnya belum kesampaian. Sepanjang jalan menuju Ka’bah saya terus menangis, bahkan ketika melihat Ka’bah, lemas rasanya badan ini. Kecil, hina dan tiada daya upaya melihat keagungan Allah atas karuniaNya. Selama tawaf saya menangis terus, tidak ada alasan kenapa menangis. Sesak sekali dada ini mengingat dosa-dosa yang telah diperbuat, namun Allah mendengar doa-doa saya, selama umrah semua lancar, bahkan ketika shalat mutlak pun saya diberi kemudahan di depan Maqam Ibrahim, begitu juga ketika Sai.

Saya selesai umrah sekitar jam 2 pagi dan kembali ke hotel untuk beristirahat sejenak. Badan terasa lelah, tetapi anehnya perasaan hati saya senang sekali.

Sekitar jam 3.30 saya dan teman sekamar sudah menuju Baitullah kembali untuk shalat subuh. Ketika berangkat, saya berujar, enak nih makan nasi uduk, teman menimpali, kalau ditambah bakwan panas lebih wuenak lagi… Tapi apa ada di Mekah yang jualan nasi uduk? Itu pertanyaan kami.

Ketika masuk ke gerbang Masjidil Haram saya hanya berdoa, “Ya Allah berilah hambamu ini ruang untuk shalat di depan pintu rumahmu yang mulia ini”. Namun ketika kami masuk areal Ka’bah ternyata sudah penuh sesak dengan jamaah, dan saya hanya berzikir “Subhanallah, Walhamdulillah, Walaila ha Illah Allahu Akbar” berulang kali. Tiba-tiba ada seorang perempuan India yang berada di dekat dinding pembatas memanggil-manggil sambil menunjuk ke arah saya. Saya diminta menuju ke arahnya, dan saya ber4 dengan teman memenuhi panggilannya. Ajaib, kami dapat tempat shalat disebelah perempuan tersebut dan pas dengan jumlah kami, bahkan ketika saya menoleh ternyata posisi kami shalat tepat sejajar dengan pintu Ka’bah. Saya tidak putus-putus bersyukur dan memuji kepada Allah.

Sepulang dari shalat subuh, saya dan teman-teman melintasi pedagang-pedagang makanan, tiba-tiba seorang perempuan berteriak: Nasi uduk-nasi uduk, apem, bakwan… Saya dan teman-teman tertawa mendengar penjual itu berteriak makanan keinginan kami ketika berangkat shalat tadi. Saya berujap: Waduh ternyata pinggiran surga udah deket…

Ketika selesai makan pagi, kami berkumpul untuk mendengarkan ceramah dari ustad, dan diumumkan untuk jamaah yang berniat membadalkan haji almarhum dan almarhumah dapat melalui travel kami. Sontak hati saya berdegup, ingat niat almarhumah Ibu yang ingin berhaji. Selesai ceramah saya mendatangi ketua rombongan dan mengutarakan keinginan untuk membadalkan haji almarhumah Ibu saya. Dengan biaya USD700, saya membadalkan haji almarhumah Ibu, dalam hati saya berujar, Insya Allah semua keinginan ibu terwujud, salah satunya berhaji.

Hari kedua di Haram, ketika akan shalat zhuhur, sesaknya areal dipelataran sekitar Ka’bah menyebabkan banyak jamaah yang berhimpitan untuk mendapat tempat shalat. Saya dan teman-teman yang berada di areal sejajar dengan pintu Ka’bah mendapat cobaan, dengan padatnya lalu lintas orang-orang yang tawaf berkeliling jauh dari lingkaran Ka’bah maupun jamaah yang selesai tawaf melintasi kami. Kebetulan dibelakang saya, ada seorang nenek yang berwajah India yang lemah tiada daya, bahkan untuk berpindah saja sulit. Saya meminta teman untuk membentengi nenek tersebut. Saya didepannya, sementara teman saya dan beberapan jamaah muda dari Turki saya minta berada di sekeliling nenek tersebut. Ketika iqamat berkumandang, barulah kami melepaskan posisi benteng untuk nenek tersebut, sehingga beliau aman dari serbuan jamaah-jamaah yang baru selesai tawaf. Selesai shalat saya dan teman-teman bersalaman mencium tangan nenek tersebut, termasuk kawan-kawan jamaah muda asal Turki. Anehnya, nenek tersebut mengusap kepala saya sambil berdoa, dan saya mengaminkan sambil mengucapkan Syukron ya Ummi… Ketika berjalan pulang menuju hotel, teman saya berujar: Koq cuma kamu saja yang diusap kepalanya oleh nenek itu? Saya hanya berkata: Mungkin dia tau saya sudah yatim piatu... Lalu teman berujar: Jangan-jangan yang tadi itu Malaikat. Saya hanya berucap: Wahu’alam Bissawab…. Bahkan kami membahas si “nenek” tersebut, bagaimana dengan kondisi yang tidak dapat berjalan dapat berada didalam areal Ka’bah???

Hari ketiga di Haram, sekitar pukul 10.30 saya dan teman-teman sudah menuju Baitullah untuk shalat zhuhur… (kepagian banget kalo di Indonesia) untuk mencari posisi yang ideal untuk posisi shalat. Seperti biasa, saya bersedekah kepada para fakir yang sudah ada sejak mulai depan pintu hotel. Ketika memberikan jariah tersebut, saya didekati oleh seorang “Bapak” dengan berabaya putih dan berwajah seperti orang Afganistan. Awalnya saya agak acuh dengan kehadiran si “Bapak” tersebut. Namun sepanjang jalan si “Bapak” membacakan doa yang dapat saya mengerti dari ucapan-ucapannya, dan saya hanya berucap Alhamdulillah dan Syukron. Tiba didepan gerbang Haram, saya mengeluarkan dompet dan memberikan sedekah yang lebih besar kepada si “Bapak” tersebut lalu memasukkan dompet ke tas, dan saya menoleh si “Bapak” sudah menghilang. Padahal teman-teman berada tepat dibelakang saya, tidak melihat perginya si “Bapak” tersebut. Allahu Akbar, siapa lagi yang Engkau utus untuk mendoakan saya? Teman saya berujar, ya sudahlah, mungkin itu Malaikat yang diutus untuk mendoakan kamu. Amin….

Mekah-Medinah
Keberangkatan ke Medinah tidak selancar ketika akan ke Mekah. Check point yang kami lewati ternyata memakan waktu berjam-jam karena saat itu adalah Haji Akbar, sehingga banyak perlintasan yang dijaga ketat oleh askar kerajaan Saudi Arabia. Lucunya, kami selalu mendapat air zam-zam diperbatasan yang disuguhkan berkarton-karton oleh para petugas di check point. Normalnya jarak antara Mekah ke Medinah Cuma 6 jam, tetapi kami harus menempuh waktu 10 jam, karena macet dan macet menuju check point.

Akhirnya kami tiba di Medinah waktu tengah malam, dan ketika subuh kami memulai ritual Shalat Arbain.

Saya dan teman se-genk berinisiatif untuk selalu ke Raudah selesai zhuhur. Ketika hari pertama ke Raudah, kami kurang beruntung karena pintu sudah ditutup, jadi harus kembali keesokan harinya. Akhirnya, keesokan hari setelah shalat zhuhur kami tidak mengantri makan siang, tapi mengantri didepan pintu masuk Raudah, dan berhasil masuk dengan rombongan terbesar dari jamaah negara lain. Menangis dan menangis sejadi-jadinya, ketika berhasil berdiri di atas karpet hijau di dalam Raudah, yang berarti kami telah berada dikawasan taman syurga dunia milik Rasulullah. Allahu Akbar, atas ijin Engkau aku hadir ditaman syurga kekasihMu ini….
Hari selanjutnya saya dan teman setelah shalat zhuhur selalu berbaris menunggu di depan pintu masuk Raudah. Ketika hari ke empat, areal Raudah sesaknya seperti tidak ada ruang untuk bernafas, dan saya hanya dapat berucap: “Allahu Akbar, Engkau Maha Melihat hambaMu yang berkeinginan shalat di Raudah mu ini, ijinkan aku ya Allah..” Tiba-tiba tangan saya ditarik oleh seorang askar wanita, dan dia memberikan saya tempat shalat tepat disisi tiang mustajab di Raudah.. Masya Allah…
Ketika hari kelima, saya dan teman memutuskan untuk agak santai dulu selesai shalat zhuhur sebelum ke Raudah untuk makan siang, karena biasanya pintu masuk baru dibuka jam 13.45, dan kami memutuskan kembali ke hotel baru ke Raudah setelah makan siang. Ternyata ketika kami kembali jam 13.25, pintu masuk sudah ditutup. Kami istiqhfar dan shalat taubat, karena sudah sombong menentukan sendiri jadwal yang sedari awal telah kami sepakati, yaitu setelah Zhuhur langsung ke Raudah, tapi hari itu kami malah makan siang dulu. Hari selanjutnya kami memutuskan tetap ke Raudah setelah Zhuhur dan diteruskan ke Ashar, baru makan siang. Sehingga selama di Medinah, saya telah 7 kali shalat di Raudah seperti halnya tawaf sebanyak 7 putaran. Insya Allah doa-doa saya diterima olehMu…

Mina-Arafah p.p.
Perjalanan menuju Mina kami tempuh sore setelah shalat Ashar, dan Alhamdulillah atas ijin Allah perjalanan kami lancar tanpa kurang suatu apapun, walaupun terkena macet 16 jam. Tetapi ketika tiba di Mina, tidak ada porter yang dapat membantu para Ibu yang membawa koper yang berat, padahal ketua rombongan sudah mengingatkan untuk tidak membawa barang bawaan terlalu banyak, tapi namanya ibu-ibu selalu saja takut kurang, padahal dengan banyak barang yang dibawa mengakibatkan susah untuk menuju tenda Maktab yang jaraknya lumayan jauh dari areal parkir bus, sekitar hampir 1km (lumayan keringetan dan pegel untuk saya yang hanya membawa tas trolly kecil).
Selama di Mina kami mendapat tenda yang sangat bersahabat, namun untuk urusan kamar mandi, jangan harap bisa bersantai-santai karena antriannya puaaaanjaaang sekali. Nikmati saja semua fasilitas yang seadanya, tapi untuk urusan makan jangan ditanya berlimpahnya, sampai-sampai teman-teman saya membagi-bagi kepada para fakir yang berada disisi jalan diluar areal tenda. Semalam kami bermukim di Mina dan hari selanjutnya setelah shalat Isya kami bergegas menuju Padang Arafah. The Day is Coming……
Malam jumat kami tiba di Arafah, selepas Isya saya memutuskan tidur sebentar sebelum menjalankan ritual shalat sunnah.
Pada jam 2 pagi saya terbangun, dan berwudhu untuk shalat sunnah. Ketika shalat Sunnah Dzikir, saya mengalami kejadian aneh, yaitu tenda yang kokoh tempat kami bermalam seperti bergoyang, padahal saat itu cuaca tidak ada angin sama sekali!!!
Teman saya berujar, ada apa nih, koq tendanya goyang sendiri? Allahu Akbar!!! Lalu saya berjamaah menjalankan shalat tahajud sebelum tiba waktu subuh..
Setelah shalat subuh, kami beristirahat menjelang waktu wukuf tiba, dan banyak dari jamaah lain yang memutuskan untuk mendaki Jabal Rahmah setelah subuh (bahkan banyak yang sudah kemping di Jabal Rahmah sehari sebelumnya!!!). Dari kejauhan terlihat banyak orang berbondong-bondong berusaha mencapai Jabal Rahmah sebelum Zhuhur. Saya dan rombongan memutuskan tetap ditenda sambil berzikir dan berdoa selesai subuh sampai waktu makan pagi tiba. Setelah makan pagi kami berdoa dan mendengarkan ceramah Arafah dari ustadz, yang salah satunya memohon ampunan atas dosa kedua orang tua. Air mata terus berlinang tiada henti, mengingat dosa kepada orang tua, rasanya bakti ini tiada cukup mengingat jasa yang telah mereka berikan (Untuk yang orang tuanya masih komplit, jangan pernah menyakiti mereka!!! Azab Allah sangat berat bagi mereka yang menganiaya lahir maupun batin orang tuanya)
Saya menangis tanpa dapat dihentikan mengingat perbuatan jaman jahiliyah saya dan dosa-dosa yang telah diperbuat. Ya Allah ampunkan dosaku dan berilah kemabruran atas hajiku….
Tapi beberapa teman banyak yang tertidur siang ketika saya berzikir dan berdoa…
Menjelang waktu magrib, kami menyelesaikan wukuf dengan berdoa yang sangat khusu’.
Malam hari setelah shalat isya kami memutuskan kembali ke Mina, dengan terlebih dahulu mengambil kerikil di areal Arafah.
Perjalanan ke Mina ternyata lebih berat lagi, kami terjebak macet yang luar biasa. Berangkat habis Isya dari Arafah, kami tiba di Mina menjelang Magrib. Itupun banyak teman yang memutuskan untuk turun di jalan dan melanjutkan dengan taxi menuju Haram, tetapi saya dan rombongan besar memutuskan tetap di bus dengan kompensasi tidak bisa shalat Id di Haram. Bahkan ketika 5 km menjelang Maktab di Mina, saya dan beberapa teman memutuskan jalan kaki melewati terowongan Mina yang lumayan panjang, dan bisa tiba lebih cepat dari pada bus yang ditumpangi oleh banyak ibu-ibu rombongan kami.
Karena banyak rombongan yang masih terjebak macet, maka ketika tiba di Maktab, kami memutuskan untuk melempar jumrah awal selepas Isya, dan kami berjalan kami menuju Jumarat yang jaraknya ±2.5 km dari Maktab. Sepanjang perjalanan dimalam hari yang sejuk, kami menemukan banyak hal yang lucu, dengan melihat para jamaah asal negara Afrika dan India yang kemping dipinggir jalan, bahkan trotoarpun tidak bersisa!!!
Ketika tiba didepan tugu jumrah, lagi-lagi saya mendapat keajaiban. Didepan saya ada ruang terbuka yang sangat pas untuk melempar jumrah diketiga tugu tersebut. Padahal jumlah jamaah yang melempar sangat banyak.
Selesai melempar, kami kembali berjalan kaki menuju Maktab, dan beristirahat. Ternyata rombongan bus baru tiba ketika kami selesai melempar jumrah. Banyak ibu-ibu sudah tidak dapat berjalan lagi karena kakinya sudah bengkak!!!

Sebelum shalat Subuh, saya dan beberapa teman berdiskusi karena kami belum melaksanakan Tawaf Ifadha, dan mengumpulkan teman-teman yang mau bergabung untuk Tawaf bareng saya. Akhirnya, banyak juga saling mempengaruhi diantara kami. Tetapi saya dan beberapa teman mengambil hikmah dari rombongan ibu-ibu yang terakhir tiba di Maktab semalam, untuk tetap tawaf setelah subuh. Namun, leader tawaf kami ternyata tidur setelah shalat subuh, jadilah saya dan teman-teman menghabiskan waktu menunggu si “leader” bangun, dengan berjalan-jalan di areal Maktab, sambil menghirup udara pagi di Mina.

Sekitar jam 7pagi kami ber12 berangkat menuju Haram, dengan mencari tumpangan angkot. Lucu juga, mencari angkot di Mina harus dengan menawar dengan bahasa Tarzan. Si “Ahmad” supir angkot kita itu ternyata fasih banget bahasa Arabnya, sehingga kita kesulitan menawar. Pertama dia menunjukkan uangnya yang 100real, langsung teman saya berucap “La,la,la” artinya nggak mau banget gitu loh!!!, kemahalan. Terus dia menulis ditelapak tanggannya angka dengan bahasa Arab, yang menunjukkan angka 50real, kami coba tawar 20real. Eh malah gentian dia yang menjawab “La,la,la!!!” dan keukeuh sumeukeuh minta 50real!!! Saya berteriak udahlah daripada dia kabur, susah lagi nyari angkot!!! Akhirnya berangkatlah kita dengan si “Ahmad” dan dua penumpang lainnya serta anaknya di “Ahmad”. Hebatnya, kami diajak city tour mengelilingi kota Mekah lewat jalan tikus, namun tidak bertemu dengan macet. Hebat juga si “Ahmad” ini, udah gitu gaya nyupirnya pun “Hell Driver” banget. Mirip supir metromini disini, ga takut sama askar yang ada di jalan, ada sela sedikit langsung dilibas. Tibalah kami di Haram dengan waktu kurang lebih 15menit.
Tiba didepan Haram sekitar jam 9pagi, dan tetap saja kondisinya sesak dengan jamaah. Saya berucap “Ya Allah, sempurnakanlah seluruh rukun dan syarat hajiku. Hanya kepadaMu aku berlindung dan pasrah atas segala kehendak Mu. Mudahkanlah jalanku ya Allah untuk beribadah Tawaf dan Sai hajiku ini. Bismillahi Allahu Akbar!!!”
Kami mulai mencari posisi untuk memulai tawaf dengan aman. Tiba pada putaran ketiga, saya dan seorang teman terputus oleh rombongan. Teman saya berteriak-teriak panik dan saya berusaha menenangkan. Saya berdoa, “Ya Allah tunjukkan kemudahan kepada saya…” Tiba-tiba didepan dan disebelah kanan saya berdiri seorang lelaki arab tinggi, sementara teman saya disebelah kiri. Masya Allah… ruang gerak saya tiba-tiba terasa lapang, bahkan “para pengawal” saya mengantarkan saya menuju Maqam Ibrahim, dan saya berdoa didepannya. Lalu mereka mengantarkan saya pada putaran selanjutnya ke depan pintu Ka’bah, yang tepat dibawah pintu Ka’bah ada gagang tempat orang bergantungan, dan saya berhasil meraih gagang tersebut hanya dengan sekali loncatan (padahal secara nalar, tinggi banget untuk megang gagang tersebut). Saya bergantungan seperti terbang, karena tidak menginjak ubin sama sekali, saya berdoa sebanyak-banyaknya. Setelah agak capek juga mengantungkan tangan digagang pintu Ka’bah, saya melanjutkan tawaf, dan lagi-lagi didampingi oleh para pengawal tadi yang mengantar saya menuju “Hajar Aswat”, tetapi tumpukan orang-orang yang berdesakkan, membuat teman saya ketakutan, dan membatalkan niat mencium “Hajar Aswat”, lalu kami berputar lagi dan tiba didepan “Hijir Ismail”, tetapi kami tidak boleh shalat didalamnya, karena saat itu ditutup oleh pihak Kerajaan, namun kami mendapat kesempatan mencium Ka’bah ketika melintas setelah Hijir Ismail. Tentu saja kesempatan itu tidak saya sia-siakan. Saya menangis sejadi-jadinya, ketika mencium Ka’bah!!!. Hal aneh terjadi disini. Ketika sebelum mencium Ka’bah, saya melihat para askar mengusir dengan kasar orang-orang yang sedang mencium Ka’bah bahkan si askar menarik tangan para jamaah, ketika saya mendekati Ka’bah, si askar hanya melihat saja, dan setelah selesai mencium, si askar malah memberikan jalan kepada saya dengan mengucapkan “Assalammualaikum Ya Hajjah”, dengan sopan dan ramah, tentu saja saya mengucapkan salam dan berterima kasih ke si askar tersebut. Setelah mencium Ka’bah, saya dan teman terbawa arus menuju ke Hajar Aswat kembali, namun didepan kami banyak jamaah yang jatuh terinjak-injak, teman saya histeris ketakutan, dan kami pun batal untuk mencium Hajar Aswat. Akhirnya kami selesai tawaf dan akan melanjutkan shalat mutlak di belakang Maqam Ibrahim. Lagi-lagi keajaiban terjadi!!! Ketika sedang niat shalat, tiba-tiba datang serombongan “Bapak-bapak” berwajah Afganistan membuat pagar untuk kami shalat, dan melarang orang melintas didepan kami dengan mengucapkan “Sholati-Sholati, Hajjah, La-la-la!!!” dan kami shalat dengan aman dari gangguan orang-orang yang melintas, bahkan kami menambah rakaat shalat Mutlak dan setelah selesai saya mengucapkan terima kasih ke rombongan “Bapak-Bapak” tersebut.
Keluar dari lingkaran Ka’bah, saya sangat takjub, karena ternyata tadi kami berada dilingkaran yang sangat-sangat padat, namun anehnya selama tawaf saya merasa leluasa, bahkan ketika keluar dari lingkaran Ka’bah, dengan mengucapkan Assalammualaikum Ya Abbi, Ya Ummi, kepada para rombongan yang sedang tawaf, mereka dengan ramah memberikan jalan kepada kami. Subhanallah…..
Selesai shalat mutlak, kami menuju zam-zam sebelum Sai, saya siram seluruh tubuh ini dengan zam-zam. Walaupun basah kuyup, saya lanjutkan perjalanan dengan Sai. Bahkan saat Sai pun saya merasa leluasa dan bahagia, tanpa perasaan sedih ataupun lelah!!!.
Akhirnya setelah Sai, rombongan melanjutkan dengan tahallul. Para wanita cukup ala kadarnya, sementara para laki-laki menuju barber shop, dan mereka rela kehilangan rambut sampai plontos demi sahnya haji walaupun lumayan mengantri. Tetapi satu orang teman pria cuma dipotong ala kadarnya, karena dia mau potong rambutnya di Mina saja.

Sepulang dari Tawaf Ifadha, lagi-lagi kami mencari angkot untuk menuju Jumarat guna melempar jumrah. Kembali tawar menawar dengan bahasa Tarzan untuk mendapatkan harga yang disepakati, yaitu 25real/orang.
Di dalam angkot tersebut, rombongan kami bertemu dengan sepasang suami istri asal Aceh, yang ternyata mereka berpisah dari rombongan untuk tawaf ifadha secara individu dengan naik ojek dari Maktab di Mina. Selama perjalanan menuju Jumarat, si orang Aceh ini mengisahkan kelaparan yang menimpa jamaah regular. Bahkan banyak para manula dan ibu-ibu yang sudah tidak mau makan roti dan indomi ketika di Arafah!!!. Ada lelucon di rombongan jamaah regular, bahwa mereka trauma makan roti dan indomie, karena takut jadi orang bule dan rambutnya jadi kribo…
Dalam angkot tersebut pun, kami bertemu dengan jamaah Indonesia tapi bermukim di Amerika Serikat. Ternyata mereka lebih banyak menemui kesulitan ketika mengurus rencana haji, yang sudah 3 tahun mereka ajukan, tetapi Allah berkehendak lain, ternyata mereka dapat berangkat ketika musim haji tahun 2006/2007, yang bertepatan dengan haji Akbar, dan mereka bercerita banyaknya diskriminasi yang diberlakukan oleh pihak Departemen di Amerika Serikat untuk para jamaah yang berniat haji. Waduh…. Dampak “PARNO”nya Mr. Bush sampai kemana-mana nih..
Setibanya kami di areal Jumarat, ternyata angkot harus berhenti jauh sekali dari lokasi lempar jumrah, dan kami harus berjalan kami yang lumayan jauh. Tetapi, lagi-lagi keceriaan yang meliputi kami terus berkobar!!! Selama perjalanan yang jauh itu, kami banyak mendapat makanan dan minuman dari para donatur, termasuk roti cane komplit dengan kare… Lumayan buat cemal cemil sebelum tiba di Jumarat. Bahkan pepsi cola, coca cola, air mineral sampai berkontainer-kontainer. Mereka selalu berteriak untuk menarik perhatian jamaah yang melintas “Fi Sabilillah-Fi Sabilillah!!!” Teman yang memang penggemar berat coke langsung menuju container tersebut dengan mencari kantong plastik untuk mengambil sebanyak-banyaknya pepsi dan coca cola. Padahal di Maktab, supply pepsi cola banyak bangeeeetttt.
Tiba di Jumarat, keanehan terjadi, kami melihat banyak sekali jamaah saat itu, namun ketika saya mendekat, ada ruang yang pas untuk melempar jumrah dari tiang ke tiang yang lainnya. Subhanallah, kemudahan terus dilimpahkan kepada saya selama ritual berlangsung…. Allahu Akbar!!!. Selesai melempar jumrah, tawaf leader langsung mengajak kami berdoa dan berangkulan, karena prosesi berjalan lancar. Amien… Ya Allah…

Kami kembali ke tenda di Mina sambil berjalan kakia, dan sepanjang perjalanan saya melihat banyak sekali orang-orang yang tinggal di perbukitan yang tinggi sekali. Secara nalar tidak dapat dibayangkan cara mereka mendaki dan mengambil keperluan lainnya, tetapi kalau niat haji sudah menggebu, aral melintang diterjang!!!.

Ditenda suasana sepi sekali, karena ketika kami berangkat tawaf, ternyata rombongan yang berangkat dengan bus carteran pun pergi ketika siang harinya, namun sampai malam hari mereka belum juga sampai. Akhirnya kami tidur dengan tenda yang lapang. Namun tiba-tiba ketua tawaf mendapat telepon, agar semua barang-barang jamaah yang sedang berada di bus diberesi, karena mungkin mereka akan bermalam di Mekah.

Ketika subuh tiba, rombongan dari bus belum juga sampai, dan kami yang berada didalam tenda hanya santai-santai sambil beberapa orang pria terlihat sedang tahallul memotong rambut.

Karena kami mengambil Nafar Awal, setelah shalat Zhuhur yang diqada dengan Ashar, kami berkemas untuk berangkat ke Mekah guna Tawaf Wada dengan mencarter bus.

Namun, karena banyak tas dan koper teman-teman jamaah yang masih di jalan menitipkan kepada kami, jadilah kami porter dadakan, dengan mengangkut tas dan koper mereka. Jumlahnya jangan ditanya. Banyak banget!!! Bahkan kami berseloroh, pokoknya kalau ada yang barangnya ketinggalan, jangan disalahin, karena kami tidak tahu barang siapa aja yang tertinggal.

Tiba di Mekah selepas Isya untuk tawaf Wada, dan lagi-lagi saya mendapat kemudahan. Seluruh ritual berjalan lancar dan ketika shalat mutlak selepas tawaf, saya menangis sejadi-jadinya!!! Bahkan ada lelaki tinggi besar disebelah saya, menangis sampai lantainya basah. Tidak rela hati ini berpisah dengan Baitullah!!!

Selesai tawaf, kami makan malam dan menuju ke Jeddah.

Mina - Jeddah
Perjalanan menuju Jeddah relatif lancar, karena banyak jamaah yang masih terkepung macet menuju Mekah. Sepanjang perjalanan, saya sempat melihat rombongan jamaah regular yang diturunkan dipinggir jalan untuk menuju Mekah. Banyak dari mereka para manula, yang harus membawa sendiri barang bawaannya. Hati ini jadi trenyuh, mengingat kakek, nenek, bapak dan ibu, jika mereka diperlakukan seperti itu. Sangat tidak manusiawi!!!
Yang lucunya adalah melihat banyaknya daging kambing yang disembelih dipinggir jalan. Bertrolly-trolly orang-orang hitam membawa daging, bahkan saya sempat melihat mereka berdagang daging dipinggir jalan, yang membeli adalah mereka yang membuka warung makan. Rata-rata orang India pembelinya.

Ketika tiba di Jeddah malam harinya, kami tinggal di hotel Medinah Palace. Walaupun namanya hotel, namun fasiltasnya sangat minim, bahkan kami menjuluki hotel itu hotel “PELITA HATI!!!” Karena mereka pelit sekali memberi air minum. Ketika makan pun mereka menghitung jumlah orang dan jatah untuk 1 orang 1 botol kecil air mineral, selebihnya kami harus beli sendiri.

Semalam kami tinggal di hotel “pelita hati’ ini, dan dilanjutkan dengan perjalanan menuju masjid terapung dan BALAD, untuk belanja parfum. Setelah berbelanja, ketika menunggu di bus kami mendapat informasi bahwa hotel kami tidak confirm. Bahkan kami harus menunggu 3 jam lebih didalam bus, sebelum mendapat tempat dimana kami akan tinggal malam selanjutnya. Apes!!!
Ketika tiba di apartemen yang akan kami tinggali, ternyata kami dibagi dalam beberapa kelompok yang apartemennya terpisah!!!. Bahkan saya mendapat jatah tinggal di apartemen yang jauh sekali dari rombongan lainnya. Ketika tiba di apartemen tersebut, ternyata lokasinya di antah berantah!!! Tidak tersedia apapun, bahkan handuk pun tidak ada!!!. Jadilah malam itu kami mandi koboi!!! Bahkan ketika makan malam, rombongan saya hampir tidak mendapatkan jatah, kalau salah seorang teman tidak menelepon mutawif, kami semua kelaparan!!!. Makanan datang sangat terlambat, sekitar jam 11 malam. Bahkan salah satu ibu dalam rombongan saya, nyaris pingsan karena terlambat makan (beliau punya penyakit diabetes akut). Saya komplain ke mutawif, tetapi ternyata mereka pun tidak dapat berbuat banyak, karena lokasi kami yang paling terpencil.

Keesokan harinya, ketika akan berangkat ke airport, kami menyempatkan makan siang (termasuk makan pagi) di restaurant yang menyajikan masakan Indonesia asli. Lumayan juga sih, setelah dua hari semalam jengkel dengan pelayanan travel yang tidak memperdulikan kondisi groupnya. Namun ada pengalaman yang mengagetkan, ternyata teman kami dijambret tasnya ketika kami menunggu bus didepan restaurant. Hilanglah uang dan beberapa dokumen.
Selanjutnya kami tiba di airport dan masih harus menunggu 5 jam!!! Hal ini terjadi, karena pesawat yang mengalami traffic di langit Saudi. Untung bukan udah naik terus harus stop over dulu, seperti yang dialami teman haji regular yang menunggu 5 jam di Bangkok. Akhirnya kami tiba di Jakarta pada tanggal 4 Januari 2007 jam 16.00.